Catatan hati...

 photo catatanhati2_zpscf021a88.jpg

11.17.2009

L L L


Hari ini terasa lemah, lelah. Letih.
Entahlah, apa tubuhku belum 100% fit setelah sakit selama seminggu.
Dua hari ini Hubby terlambat ke sekolah, dan semua karena aku bekerja lamban. Padahal sebelum sakit aku bisa menyelesaikan pekerjaan rumah dan mempersiapkan anak-anak sebelum berangkat, tapi hari ini ketika ditinggalkan rumah kami dalam keadaan sangat berantakan. Bukan seperti kapal pecah saja, tapi seperti kapal pecah dan karam.
Ada pembicaraan hangat tadi malam sampai kami tidur sangat larut malam, bahkan mungkin lebih tepatnya jam 2 dini hari. Sepanjang perjalanan pagi tadi, di atas motor roda 2 kami yang butut, aku berpikir tentang kemungkinan untuk lebih mandiri.
Semoga ada titik cerah, atau petunjuk atau apalah untuk kehidupan ini yang aku rasa tidak mungkin bila setiap hari seperti ini. Mampu pun aku, tapi badan begitu letih, dan kehidupan ini terasa abnormal.
Bukan mengeluh, bukan tidak bersyukur atas apa yang telah Allah anugrahkan. Hanya berusaha mencari jalan yang lebih baik dari ini.
Teringat sebuah cerita, dan ini didapatkan Hubbyku dari milis KGI.
Seorang anak yang hampir setiap hari ditinggal kerja oleh kedua orang tuanya. Sampai suatu saat anak itu bertanya kepada ayahnya, "Berapa gaji ayah sehari?" Dan Ayahnya menjawab pertanyaan sang anak tanpa menyadari maksud dan pikiran polosnya.
Anak itu bukan anak yang kekurangan, dari segi materi orang tuanya bisa memberikan semuanya, tapi sang anak butuh sesuatu yang lebih berharga, yaitu 'Waktu'.
Sang anak kemudian giat menabung hingga terkumpullah sejumlah uang dan ditemuinya kembali sang ayah.
Anak itu berkata, "Ayah, maukah Ayah menemani aku beberapa hari saja? Aku punya uang segini, cukup untuk menggantikan gaji Ayah beberapa hari."
Subhanallah, anak tersebut menabung hanya untuk 'membayar' waktu Ayahnya yang tidak pernah ada untuknya. Bagaimana perasaan kita sebagai orang tua jika anak kita berpikir harus 'menggaji' kita untuk mendapatkan waktu kita bersamanya? Apakah prinsip atau istilah "Time is Money" itu benar adanya?
Kita ini lucu, sering berdalih bahwa kita bekerja seharian untuk anak-anak, padahal sebenarnya yang kita lakukan adalah menerlantarkan mereka dengan sibuk menitipnya kepada orang tua, saudara, tetangga, pembantu, baby sitter, atau siapa sajalah yang bisa mengasuh anak-anak selama kita bekerja.
Waktu yang kita miliki adalah hak anak-anak kita, mampukah kita memberikan hak mereka dengan sempurna?
Aku tidak sedang membicarakan orang lain, aku membicarakan kami, diriku sendiri, yang egois, yang tega 'lelah di kantor' dibanding 'lelah di rumah' dengan alasan mencari uang untuk anak-anak.
Padahal aku sendiri juga capek, teramat sangat!!
Kami perlu berubah, karena memang ada banyak hal yang mesti diubah.
Semoga ada titik cerah, karena sesungguhnya Allha maha Sayang kepada hamba-hambanya. Tentus aja diiringi dengan usaha dan berdoa.

0 comments: