Catatan hati...

 photo catatanhati2_zpscf021a88.jpg

2.16.2009

Polisi


Sore Minggu ini ada 2 acara aqiqah yang kami hadiri, di rumah kak Neng dan Kak Titin. Kak Titin itu teman sekelas waktu kuliah doeloe. Alhamdulillah setelah 4 tahun pernikahannya dengan Bang Jaya, akhirnya dikaruniai anak perempuan yang cantik, namanya tadi panjang sekali, aku lupa. Yang aku ingat diawali dengan huruf Z dan panggilannya adalah Nina. Kata Hubby, cocok kalau nyani lagu NINA BOBO, pas dengan namanya.

Masalah listrik masih belum final, ada tempat untuk mengambil arus dari orang lain, namanya Mak Uwo, tapi menurut Mak Uwo rumahnya cukup arus untuk 3 rumah, hanya saja menurut Bp. Moko yang juga pengambil arus dari tempat Mak Uwo itu tidak cukup dayanya, ini saja sering mati-mati (membalik), katanya. Sepertinya harus menemui Kak Neng & suaminya lagi. Tadi kami (aku & Hubby) berunding, mungkin kami memang harus lebih mengalah,karena kami butuh. Pertama,jadwal mencuci sebaiknya subuh sekitar jam 3 or jam 4-an. Kedua kulkas harus mengalah, dan sama sekali tidak dihidupkan sampai listrik PLN asli masuk ke rumah kami ini. Sepertinya itu alternatif yang bisa kami tawarkan kepada Bang Hasan / Kak Neng & Bp. yang punya arus.

Buat pembaca tulisan ini, membingungkan ya, ceritanya. :) Namanya juga blog uneg-uneg, diary elektronik.. Harap maklum kalau tidak mengerti...

Jadi teringat cerita Ante Yati soal polisi., aku pernah beberapa mendapat pengalaman yang tidak menyenangkan dengan Pak Polisi, tapi bukan itu yang ingin aku ceritakan.

Waktu pulang kerja bareng Hubby, sekitar hamper 2 minggu yang lalu, biasanya aku menunggu cukup lama. Showroom tutup jam 5-setengan 6, tapi Hubby keluar dari sekolah bisa jam 6 atau hampir setengan 7. Nah, suatu sore aku menunggu di depan Showroom sejak jam 5, tak lama kemudian datanglah 1 polisi yang biasa nongkrong di pos simpang Jl. Riau-Yos Sudarso ke simpang depan Showroom, tepatnya simpang jl. Mawar. Cirinya agak gendut dan tidak terlalu tinggi, aku tidak perhatikan namanya karena posisiku agak jauh. Bp. Polisi tersebut sibuk mengatur simpang 4 yang sore itu sedikit lebih ramai, karena jam 5 adalah jam pulang kerja. Bagi yang tinggal di Pekanbaru tahu sendiri kalau jalan Riau ini tergolong sempit. Mungkin karena agak kualahan, Bp itu memanggil temannya, yang berperawakan tinggi dan berkacamata. Nah, dengan kedatangan temannya ini, polisi yang pertama tadi lebih berkesempatan untuk menangkap mangsa. Memang aku akui, masih ada pengendara yang tak berhelm yang melintas di situ, tapi karena sebelumnya belum ada Pak Polisi tsb, jadi aman.

Ada 2 anak sekolah yang berhasil ditawan oleh polisi pertama karena tanpa helm kedua-duanya. Tak salah jika polisi tsb memanggilnya, tapi sungguh disayangkan kata-kata aparat negara yang seharusnya mengayomi masyarakat itu menjadi sangat kasar. Bahkan, sangking kasarnya polisi tersebut (maaf) mencaruti kedua anak sekolah tadi dengan wajah sangar, tentunya. Dari kejauhan aku hanya tersenyum kecil saja, bahkan lebih tepatnya tersenyum sinis, melihat cara kerjanya yang seperti itu. Kadang setiap orang punya maksud yang sama, tapi mengapa penyampaiannya berbeda-beda? Kalau kita bisa menyampaikannya secara baik kenapa tidak? Kalau kondisinya sama-sama ditangkap tapi polisnya menegur dengan dara berbeda, contoh:

Polisi : Selamat sore, Dik! Maaf Adik sudah melanggar peratusan lalu lintas dengan tidak menggunakan helm, karena itu tolong adik perlihatkan SIM dan STNK-nya. Bla-bla-bla….

Hanya saja bukan begitu dialog yang terjadi, tapi seperti ini

Polisi xxxxx (mencarut), Kau!!! Mana Helm Kau! Bla-bla-bla…..

Ah, polisi. Kalau bisa bicara lebih baik, kenapa tidak, Pak?

0 comments: